BOLEHKAH MENGADAKAN KAJIAN MAULID NABI?
Oleh: Abu Zaidan di seri HQA 2123 tertanggal 15 RABIUL AWWAL 1444 H.
Mengadakan acara maulid diperselisihkan. Memang tidak ada kajian maulid di masa Nabi dan salaf, sebagaimana tiada pesantren, tiada pengeras suara adzan, dan lain sebagainya di masa beliau saw.
Secara ringkas, acara maulid dibagai dua:
- Jika dianggap sebagai bagian dari agama secara asal (artinya: dianggap ada dalil khusus yang menghasungnya) maka itulah BID’AH SAYYIAH SESAT.
- Jika dianggap sebagain bagian dari agama secara akibatnya saja, adapun asalnya hanyalah perkara mubah, tiada dalil yang menghasungnya sama sekali, maka itu termasuk dalam kaidah:
اْلوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ
Artinya:
Wasilah (perantara) itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya.
Misalnya:
Pengeras suara adalah wasilah, tujuannya adalah mengeraskan adzan sebagaimana disyariatkan dalam hadits: فارفع صوتك بالنداء, maka tidak ada masalah sama sekali pengeras suara tersebut.
Dulu-dulu memang ada sebagian ulama mengingkari pengeras suara, seperti Syaikh Sa’di atau yang lainnya, namun setelah itu terjadi IJMAK BOLEHNYA PENGERAS SUARA UNTUK ADZAN.
Kebiasaan beberapa ulama mengadakan majlis kajian seputar sirah Nabi saw, dan pembacaan kitab yang berisi seputar maulid dan sirah beliau, diadakan di bulan RABIUL AWWAL karena ia merupakan bulan kelahiran beliau.
Ini hanya wasilah untuk mengenalkan Nabi sehingga umat memahami sirah beliau dan meneladani beliau dalam kehidupan. Maka kajian seperti ini tidak masalah sama sekali, segabagimana ditaqrir oleh Imam Abu Syamah yang NOTABENE SANGAT KERAS TERHADAP BID’AH, beliau sendiri dalam kitabnya الباعث على إنكار البدع والحوادث malah membolehkan acara maulid, karena beliau sendiri menghadirinya dan tiada apapun yang perlu diingkari padanya.
Adapun jika ada kemungkaran pada acara maulid, seperti IKHTILATH LAKI WANITA, joged di masjid (konon ada mbuh ning dunyo ngendi kui kok nemen temen otaknya), MUSIK YANG NOTABENE HARAM MENURUT IJMAK SALAF, maka itu masuk bab lain yaitu:
Hukum perkara-perkara yang ada pada acara maulid. Bukan: Hukum maulid itu sendiri.
Sebagaimana pada HARI RAYA ‘IDAIN, jika ada kemungkaran, bukan IEDNYA YANG DIINGKARI, tetapi perbuatan-perbuatan yang dilakukan padanya saja yang diingkari.
Kajian maulid ditepatkan dengan bulan Rabi’ul Awwal, tak ubahnya seperti kajian fiqih Ramadhan yang ditepatkan dengan bulan Ramadhan, kajian fiqih qurban ditepatkan dengan idul adha, kajian tentang haji ditepatkan pada bulan dzulqadah, meski ada bedanya tapi ada pula jami’ keserupaannya, wallahu A’lam.
Demikian keterangan yang diringkas dari penjelasan Syaikhuna Khalid Bahumaid Yaman, hafizhahullah, (murid Syaikh Utsaimin, Syaikh Muqbil, Syaikh Abdullah Fantukh imam masjid Nabawi, dan Syaikh badi’uddin arrasyidi, dll).