Daftar Isi:
KONSISTENSI IBRAHIMI
Oleh: Yusuf Khoirul Anam feat Abdullah Khidhir
Maksud Konistensi
Konsisten adalah tetap (tidak berubah- ubah), selaras, dan sesuai.
Nabi Ibrahim perbuatannya singkron dengan ucapannya.
-{ ۞ وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰۤ إِبۡرَ ٰهِـۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَـٰتࣲ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّی جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامࣰاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّیَّتِیۖ قَالَ لَا یَنَالُ عَهۡدِی ٱلظَّـٰلِمِینَ }
[Surat Al-Baqarah: 124]
banyak tafsiran, namun sy sebutkan salah satu tafsirannya adalah
{ إِذۡ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥۤ أَسۡلِمۡۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ }
[Surat Al-Baqarah: 131]
Konsistensi beliasu pada ucapannya “Aslamtu” diuji berkali² dan bertahap.
-Diuji di masa muda, utk mengorbankan dirinya, hingga dibakar di tengah lautan api, beliau berserah.
-Diuji setelah dakwah panjangnya kepada bapak yang dia hormati dan sayangi, ternyata beliau diperintahkan untuk berlepas diri, beliau berserah.
-Diuji untuk menjauhkan Istri yang dicintai dan anak pertama yang begitu beliau damba kehadirannya, beliau berserah.
-Hingga puncaknya ketika beliau diuji untuk menyembelih putranya yang beranjak dewasa dan penuh bakti, pun beliau berserah.
Fenomena bahwa beliau Rela melaksanakan perintah Tuhan yang bagi manusia biasa akan dianggap paling tidak rasional dan tidak manusiawi pun beliau lakukan, menunjukkan bahwa beliau sudah banyak berlatih.
Ujian besar hanya mungkin terselesaikan dengan baik jika seseorang sudah biasa berlatih dengan ujian-ujian kecil sebelumnya.
Allah menguji kita hanya dengan miniatur-iniatur ujian kepada Ibrahim. Mari kita teladani konsistensi beliau dalam memegang keislaman, keberserahan. Karena sungguh dalam diri beliau ada uswah/keteladanan.
Mari mulai dengan ketaatan-kegiatan yang ringan tanpa tapi. In syaa Allah dengan membiasakan taat-taat ringan, nantinya yang besar juga akan terselesaikan dengan baik.
Pesan Ibnu Rojab
من لم يستطع الوقوف بعرفة. فليقف عند حدود الله الذي عرفه
Barang siapa belum bisa melakukan wukuf di ‘Arafah, hendaklah ia wuquf (berhenti) pada batasan-batasan syariat Allah yang telah diketahuinya.
ومن لم يستطع المبيت بمزدلفة. فليبت على طاعة الله ليقربه ويزلفه
Barang siapa belum bisa mabit (bermalam) di Muzdalifah, hendaklah ia mabit di atas ketaatan kepada Allah guna merapat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
ومن لم يقدر على ذبح هديه بمنى. فليذبح هواه ليبلغ به الُمنى
Barang siapa belum mampu menyembelih binatang hadyunya di Mina, hendaklah ia menyembelih hawa nafsunya ‘tuk meraih harapan yang diidamkan.
ومن لم يستطع الوصول للبيت لأنه بعيد. فليقصد رب البيت فإنه أقرب إليه من حبل الوريد
Barang siapa belum bisa mencapai Baitul Haram karena jauh, hendaklah ia meniatkan Rabb Baitul Haram karena Ia lebih dekat daripada tali urat.
Khutbah kedua khusus Ibu-ibu.
Saya ada tema khusus ibu-ibu semoga ibu-ibu tidak menutup telinga setelah tahu bahasannya.
Syaya ingin cerita, bahwa di belahan dunia sana, ada muslim penganut vegetarian. Dia berkampanye agar idul adha tanpa qurban.
Memakan daging adalah hal mubah, benar. Di luar idul adha, makan daging bukan hal yang wajib ataupun sunnah. Bahkan di idul adha, pun makan daging maksimal “hanya” sunnah. tidak makan daging pun tidak mengapa. mereka juga tidak serta merta mengharamkannya. tapi saking kuatnya perasaan mereka terhadap binatang, mereka bahkan sampai mengadakan acara donor darah dan berbagi makanan sayuran untuk anak-anak. Mereka menganggap acara seperti ini lebih menjaga perasaan, lebih sesuai ajaran islam yang penuh kasih sayang, dll.. Apakah cara berfikir seperti itu kita terima?
Sekarang lagi heboh masalah Poligami, benar hanya perkara mubah. Banyak ibu-ibu bilang, sunnah Nabi bukan hanya itu. Apakah para ibu akan mempunyai cara berfikir yang sama untuk menolak mubahnya poligami, seperti para vegetarian menolak mubahnya makan daging?
Ibadah Qurban, semangatnya adalah berserah 100% kepada Allah betapapun beratnya.
Sy sampaikan pesan ini bukan tanpa resiko, resiko dibenci jamaah putri, resiko diberi label macam-macam. Istri saya juga mendengar khutbah ini. Namun, Nabi Ibrahim berdakwah dengan resiko-resiko. Nabi Muhammad juga berdakwah dengan resiko-resiko. Maka saya sampaikan pesan ini sembari berserah.
Yang saya ingin tekankan pada ibu-ibu, jangan ikut barisan para istri yang lebih mengedepankan perasaan dibanding syariat. Jangan sampai terucap kata “Saya dukung poligami asal bukan di keluarga saya.” Itu tak ubahnya mengatakan “Saya siap taat suami dalam hal apapun sesuai titah Nabi, kecuali kalau suami ingin poligami, sy siap gak taat.”
Perlu anda ketahui, ibu-ibu menerima dengan sepenuh hati syariat itu tanpa tapi, tetap saja suami anda belum tentu berpoligami. Namun pasti penerimaan anda sudah dicatat oleh malaikat. Sebaliknya, anda semenolak apapun, dari cara yang paling halus hingga yang terang-terangan belum tentu suami tidak berpoligami, dan belum tentu keluarga tidak bubar. Dan yang jelas keberat hatian anda juga sudah tercatat.
Melihat fenomena seorg muslim dan muslimah yang bercerai, karena si suami berpoligami seharusnya tidak memberikan kita keberanian untuk menghakimi salah satunya. Kalau dibilang si lelaki hanya menuruti hawa nafsu, maka si istri juga bisa dibilang begitu.
Karena perasaan ingin menjadi pemilik tunggal saja, adalah bagian dari hawa nafsu.
Namun kita punya pilihan untuk berhusnuzhan. Si suami memperturutkan hawa nafsu, tapi tunduk dengan yang dibolehkan syariat. Jika murni hawa nafsu tentu dia mengambil yang haram tanpa konsekwensi. Sementara poligami erat dengan tugas dan kewajiban, selain juga hak dan kesenangan.
Sebaliknya si istri yg meminta cerai, jika itu karena dia khawatir durhaka, maka itu adalah pilihan yang mulia.
Akhirnya, mari mengorbankan perasaan kita, untuk tunduk pada aturan Allah semata.
Mari konsisten seperti Ibrahim, mengesampingkan segala rasa, demi tunduk patuh pada Tuhannya.