Khutbah Jumat 16 September 2022 M/ 19 Shofar 1444 H bersama Al-Ustadz KH. Mudzakir.

Orang Munafiq, sifat dan cara menjaga diri darinya

Khutbah Jumat 16 September 2022 M/ 19 Shofar 1444 H bersama Al-Ustadz KH. Mudzakir.

Ba’da membaca khutbatul Hajah, Al-Ustadz KH. Mudzakir membaca ayat 142-143 dari surat An-Nisa yang berbunyi:

إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ یُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوۤا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ یُرَاۤءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِیلࣰ
مُّذَبۡذَبِینَ بَیۡنَ ذَ ٰ⁠لِكَ لَاۤ إِلَىٰ هَـٰۤؤُلَاۤءِ وَلَاۤ إِلَىٰ هَـٰۤؤُلَاۤءِۚ وَمَن یُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِیلࣰا
Artinya:

Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat mereka lakukan dengan malas Mereka bermaksud riya’ (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.

Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir) tidak termasuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barang siapa disesatkan oleh Allah, maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.

Beliau mengajak jama’ah sholat jum’at untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah; yaitu berhati-hati jangan sampai kita melanggar aturan Allah semuanya apapun bentuknya, menjalankan perintah Allah sesuai kemampuan masing-masing dan menjauhi larangan Allah sama sekali semuanya. Beliau menyebutkan alasannya bahwa meninggalkan larangan Allah itu tuntutanya lebih kuat dari pada menjalankan perintah Allah.

Beliau memasuki inti khutbah dengan menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia menjadi 2 golongan, yaitu:

Pertama; Golongan yang mulia yaitu golongan yang dibelaskasihani oleh Allah dengan dimasukkan ke dalam Jannah.

Kedua; Golongan yang celaka yang akan dimasukkan ke dalam Neraka yaitu golongan orang-orang yang kafir baik kafir dari segi lahir maupun bathinnya atau orang yang dzahirnya seperti beriman dan beragama Islam, tapi hakikatnya kafir. Secara sadar atau tidak sadar, orang tersebut hendak menipu Allah, menampakkan seolah beriman, taat atau bahkan menampakan diri sebagai tokoh, seorang yang alim (menguasai ilmu agama), bisa berpidato, berkhutbah dan pawai dalam menyampaikan nasehat.

Beliau mewanti-wanti jama’ah sekalian untuk

Pertama, berhati-hati jangan sampai termasuk golongan orang-orang yang dzahirnya beriman, lisan dan perbuatanya seolah-olah beriman, tapi hakikatnya di hadapan Allah tergolong orang kafir.

Kedua, Berlindung kepada Allah jangan sampai mempunyai sifat tersebut.

Salah satu sifat orang munafiq ialah:

لا يذكرون الله إلا قليل”ا”

Artinya:
Mereka tidak mengingat kepada Allah kecuali hanya sedikit.

Maksudnya:
Orang Munafiq itu ingat kepada Allah, bukan tidak ingat sama sekali, tetapi lupanya lebih banyak daripada ingatnya. Kedurhakaanya kepada Allah lebih banyak daripada ketho’atanya.

Beliau Al-Ustadz kembali mewanti-wanti jama’ah untuk ‘jangan sampai banyak lalai dari Allah, ingat kepada-Nya hanya sebentar – sebentar saja.’ Beliau memberikan gambaran, ‘Tatkala suatu saat merasa membutuhkan Allah karena kesulitan atau mushibah, dia merengek dan memohon kepada Allah, tapi setelah terlepas dari kesulitan dan mushibah tersebut, dia kembali durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Al-Ustadz memberikan solusi tepat untuk terhindar dari sifat kenifaqan seperti di atas adalah setiap saat, kesempatan dan urusan apapun, baik ibadah mahdloh atau mu’amalah (hubungan antar sesama manusia) -Mu’amalah di sini seperti berpolitik, berbudaya, berpakaian dan berdagang dan lainya- harus senantiasa dilandasi atas dasar ketaqwaan kepada Allah dan berusaha menyelesaikanya dengan Syari’at Islam, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah -bagi yang memiliki kemampuan- atau bertanya kepada para Ulama yang menyeru kepada keridloan Allah.

Dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, beliau Al-Ustadz menegaskan untuk bertanya kepada para Ulama, yaitu hamba-hamba Allah yang menyeru manusia kepada keridloa’an Allah bukan kepada kesejahteraan dunia. Adapun kesejahteraan dunia masing-masing bisa mencarinya dengan kemampuan yang telah Allah tetapkan dan yang pasti semuanya pasti mendapatkan bagian dari Allah Ta’ala.

Di akhir khithobah, beliau Al-Ustadz kembali mengingatkan untuk, ‘jangan sampai kita banyak lalai kepada Allah, banyak menyimpang dari aturan Allah dan hanya dalam keadaan-keadaan tertentu saja, seperti tatkala ruku’ dan sujud, ingat kepada Allah; tatkala sholat Ied dan Sholat Jum’at ingat kepada Allah tapi usai melakukan amaliyyah tersebut banyak melakukan perbuatan yang menyimpang dari Syari’at Islam. Kebiasaan tersebut dapat menjerumuskan kepada kemunafiqan dan kekafiran.’

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكۡرࣰا كَثِیرࣰا
وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةࣰ وَأَصِیلًا
هُوَ ٱلَّذِی یُصَلِّی عَلَیۡكُمۡ وَمَلَـٰۤىِٕكَتُهُۥ لِیُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۚ وَكَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِینَ رَحِیمࣰا

[Surat Al-Ahzab: 41-43]

Sekian, semoga bermanfaat. Untuk mendengarkan khutbah Jum’at berasa Al-Ustadz KH Mudzakir bisa dengan meng-klik tautan berikut:

http://https://youtu.be/En0AsWWv6lk

Tinggalkan komentar